Para pecinta liga Inggris pasti kenal dengan sosok Bill Shankly. Tanpa
Shanks, Liverpool FC belum tentu dapat menjadi sebuah klub besar
seperti kita tahu sekarang. Shanks menjadi manajer The Reds pada
Desember 1959, pada saat The Reds terpuruk di papan bawah divisi 2 liga
Inggris dengan kondisi manajemen dan sarana yang sangat buruk. Dengan
kondisi The Reds saat itu, pada awalnya Shanks sempat merasa membuat
keputusan yang salah dengan kepindahannya ke Liverpool FC. Di bawah
kepemimpinannya The Reds naik ke divisi utama pada musim 1961-62 dan
dengan cepat merebut juara pada musim 1963-64. Di masanya, Shanks
membawa The Reds ke zaman keemasannya dengan menjuarai 3 kali liga
Inggris, 4 Charity Shield, 2 piala FA, dan 1 piala UEFA. Shanks pensiun
dari Liverpool FC pada 12 Juli 1974 dan meninggal karena serangan
jantung pada 29 September 1981, tetapi kebesarannya masih dikenang
hingga saat ini. Berbagai tribute diciptakan untuk mengenangnya
diantaranya di Anfield Stadium terdapat Shankly Statue dan Shankly
Gates.
Kepemimpinan, sebuah hal layak dapat ditiru dari sosok Bill Shankly.
Dalam kepemimpinannya sebuah keputusan yang dibuat oleh shank dapat
mengejutkan dan membuat orang lain meragukan keputusan itu. walaupun
dengan banyaknya suara-suara tidak setuju, Shanks tanpa ragu-ragu tetap
kukuh pada pendiriannya untuk menjalankan keputusan yang dibuatnya.
Misalnya saat shanks memutuskan untuk melepas 24 pemain Liverpool FC di
awal kedatangannya. Siapa yang dapat menyetujui keputusan seorang
manajer baru dalam memecat 24 orang pemain lama di timnya. Seorang
pemimpin memang seharusnya tidak boleh ragu dalam mengambil keputusan.
Pendapat orang lain dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan, tetapi tidak boleh menggoyahkan pendirian apabila sikap sudah
diambil. Karena apa yang menurut orang lain benar, belum tentu benar
dari sudut pandang yang berbeda.
Dengan sejarah kebesarannya, Shanks tetaplah hanya manusia biasa,
keputusan yang diambilnya tidak selalu tepat. Misalnya pada saat
memimpin klub Grimsby Town, karena loyalitasnya kepada pemain tua Shanks
melupakan pentingnya regenerasi pada tim sepakbola, yang pada akhirnya
mengakibatkan klub tersebut terpuruk. Sebagai seorang pemimpin, membuat
keputusan yang salah itu wajar. Suatu kegagalan dapat menjadi sebuah
pelajaran berharga, agar kegagalan yang sama dan kesalahan-kesalahan
lain tidak terjadi. Proses pembelajaran dari kegagalan ini lah yang
mulai terlupakan oleh pemimpin-pemimpin kita saat ini, sehingga kasus
korupsi seolah-olah menjadi penyakit menahun bangsa ini. Dengan diilhami
kegagalannya di Grimbsy Town, Shanks dapat membentuk The Reds menjadi
salah satu klub besar dunia.
Seseorang mengenang Shanks bukan karena kisahnya dijelaskan di buku
pelajaran sejarah, dedikasi dan kecintaannya kepada kepada The Reds dan
sepakbola lah yang mengilhami setiap orang yang mengetahuinya.
“Liverpool was made for me and I was made for Liverpool” dan “some
people believe football is a matter of life and death, I can assure you
it is much, much more important than that” adalah 2 diantara ucapan
Shanks yang masih menggema saat ini. Pemimpin akan dapat menjadi lebih
bijaksana apabila dia dapat mendedikasikan dirinya dan menumbuhkan
kecintaan kepada apa yang dipimpinnya. Hal ini akan menumbuhkan sense of
belonging yang membuat setiap keputusan yang diambil adalah kebijakan
yang terbaik dan bukan merupakan kepentingan individual saja.Apabila setiap orang yang mengetahui kisah Bill Shankly dapat
mempelajari apa yang dilakukannya dan menerapkannya pada diri sendiri,
dapat dipastikan akan lahir Shanks-Shanks baru yang dapat menjadi sosok
pemimpin yang hebat. Dan seandainya pemimpin-pemimpin negara ini seperti
sosok Bill Shankly, penyakit-penyakit menahun semacam korupsi akan
dapat segera terobati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar